Sabtu, 07 Februari 2009

Interpretasi Baru Lukisan Kaca


SENIMAN lukis kaca dari Jateng dan Yogyakarta, yaitu dari Wonosobo, Wonogiri, Solo, Magelang , Gunungkidul, dan Bantul, ikut meramaikan ajang ''Pameran Lukisan di Atas Kaca''.

Kegiatan di Bentara Budaya Jakarta, Jl Palmerah Selatan Jakarta Pusat itu dimulai Kamis (8/7) malam kemarin hingga 17 Juli mendatang.

Dengan mengusung tema ''Tradisi Dan Perkembangannya,'' pameran itu juga diramaikan oleh para pelukis kaca dari Cirebon dan Bali.

Menurut Ipong Purnama Sidhi, salah seorang dewan kurator pameran, acara tersebut ditujukan untuk menjaga dan merangsang perkembangan lukisan di atas kaca yang cenderung kurang mendapat perhatian publik.

''Menjaga dan merangsang sebuah wilayah kesenian yang tidak populer di dunia global sekarang ini, adalah bukan perkara mudah," ujarnya dalam pembukaan pameran.

Namun, lanjut dia, dalam kasus lukisan di atas kaca, di dalam kesunyian justru tumbuh sebuah revitalitas atau kebangkitan kembali sebuah karya yang meliputi corak, gaya, dan tema, yang terus mengalami pertumbuhan, pembaruan, dan pergeseran, sehingga menghasilkan teknik gambar yang prima dan baru.

Ya, lihatlah para pelukis kaca dari Jateng dan Yogyakarta, seperti Tries Ponowady yang melukis di atas permukaan botol kaca. Benyamin Adrianto, Lisa Novianti, Hani Handoko, Barden Kurnianto, Bandi, Wartono Gino, Dwi Sunaryo, Retno Lawiyani, Hermin Istiariningsih, Waged, Nugroho, Maryomo, Sulasno, Sagio, dan Subandi Giyanto, memamerkan karyanya dengan interpretasi baru.

Baru? ''Berbeda dengan lukisan kaca tempo dulu yang berobjek tokoh pewayangan, kereta keraton, dan masjid. Atau dalam bahasa sederhana, seragam. Kini, para seniman muda menggubah karya sesuai dengan fenomena terkini,'' kata Ipong, sembari menunjuk karya Maryono dari Muntilan berjudul ''Rebutan Dhingklik Ongklak-Ongklik'' (berebut kursi).

Lukisan Kaca Cirebon

Berbeda dengan pelukis kaca dari Jateng (Solo) yang biasa melukis di atas kaca dari depan dan mengandaikan kaca layaknya kanvas, pelukis kaca dari Cirebon justru melukis kaca dari belakang.

Dan sebagaimana pelukis kaca dari Jateng dan Yogyakarta, perkembangan lukisan kaca di Cirebon pun mengalamai revitalisasi. ''Pada abad ke-19, lukisan kaca Cirebon cenderung mengambil tema wayang, kereta singa barong, paksi naga liman, pola mega mendung, kaligrafi Islam, gambar masjid, buroq, dan sejenisnya,'' terang Ipong, sembari menyebut Cirebon adalah pusat lukisan kaca di Indonesia.

Lalu mengapa lukisan kaca dapat tumbuh pesat di Cirebon? ''Karena di Cirebon, lukisan kaca tidak hanya berfungsi sebagai elemen pajangan, namun juga menyatu dengan tradisi budaya dan sebagai media ekspresi para pelukisnya. Sehingga, lukisan kaca berubah menjadi pendokumentasian kehidupan seni budaya, sosial keagaamaan, dan spiritualitas masyarakat Cirebon,'' tambahnya.

Dia menyebut Rastika sebagai sesepuh lukisan kaca Cirebon, dan Toto Sunu sebagai pelukis kaca terbaik dari Cirebon saat ini.

Memang, lukisan kaca -yang menurut Mira Sidharta, pemerhati lukisan kaca, dan mulai tumbuh pada abad IX di Eropa- sungguh menawarkan keindahan tersendiri. (Benny Benke-81a)

Tidak ada komentar: